Biasanya sambil menunggu filmnya mulai, penonton akan disuguhi sejumlah iklan atau trailer film terbaru yang akan segera tayang. Nah, tidak seperti biasanya, kemarin saya mengalami momen kaget ketika tepat sebelum filmnya diputar. Hanya selama sepersekian detik, di layar sempat muncul penampakan janggal seperti di bawah ini.
Ya, betul. Itu adalah tampilan desktop GNOME 2 jadul yang biasa terpasang di sistem operasi Oracle, GNU/Linux atau freeBSD. Pertanyaan yang kemudian mengusik pikiran saya adalah mengapa harus Gnome 2 yang dipakai? Setelah browsing sana-sini, akhirnya pencerahan pun berhasil saya dapatkan dari forum kaskus dan wikipedia.
Ternyata format file multimedia yang bisa dibaca mesin proyektor digital di bioskop-bioskop - seperti Cinema 21, XXI, CGV, Platinum Cineplex - adalah DCP (Digital Cinema Package) atau biasa disebut composition dalam industri perfilman. Jadi bukan yang format .mp4,.mov,.avi ataupun .vob yang biasanya ada di dalam kepingan DVD. Paket berformat DCP ini berisi track gambar ukuran 2K hingga 4K yang dikompresi menggunakan JPEG 2000 dan track audio WAV multichannel yang tidak dikompresi (24-bit linear PCM). Jadi bisa dipastikan ukurannya akan jauh lebih besar beberapa kali lipat dari format film standar seperti mp4.
Nah, film yang sudah dalam bentuk DCP (biasanya sudah dienkripsi untuk menghindari penyalinan berkas secara ilegal) ini nantinya akan di-ingest (disalin) ke media penyimpanan (hard disk) server di bioskop yang biasanya menggunakan format filesystem jenis EXT2 atau EXT3 agar bisa dibaca proyektor. Di sinilah sumber pencerahannya. EXT2 dan EXT3 adalah filesystem native yang dipakai di OS berbasis GNU/Linux. Sebagai perbandingan, MacOS memakai filesystem native APFS, OS Windows 7-10 memakai NTFS, freeBSD sekarang memakai ZFS. Jadi, tidak ada yang aneh dan sangat masuk, Pak Eko, jika desktop GNOME dan GNU/Linux sedang aktif bekerja dibalik layar ketika para penonton duduk manis sambil mengunyah popcorn.
Selamat menonton.
No comments:
Post a Comment