Wednesday, September 10, 2014

Pemkot Munich: Kembali lagi ke Windows? Kenyataannya Tak Semudah Itu

Pemerintah Kota Munich, Jerman mengatakan bahwa dilakukannya peninjauan ulang terhadap sistem teknologi informasinya tidak dipicu oleh ketidakpuasan para pegawai setelah melakukan migrasi dari sistem operasi Windows ke Linux, meskipun ada laporan yang menyatakan demikian.

Pemerintah kota Munich telah menunjukkan pada dunia bahwa sebuah organisasi yang memiliki ribuan pegawai bisa meninggalkan Windows dan beralih ke Linux dan perangkat lunak bebas.

Ketika proyek migrasi selesai akhir tahun lalu, sekitar 15 ribu pegawai di pemerintahan Jerman telah bermigrasi ke Limux, yaitu sebuah sistem operasi turunan dari Ubuntu Linux dan OpenOffice.

Masalahnya, apakah usaha migrasi pemerintah ke open source ini akan dihentikan dan kembali lagi ke Microsoft?

Tidak, kata pemerintah, meskipun banyak laporan yang menyatakan demikian. Menurut juru bicara pemerintah, Stefan Hauf, kabar yang mengatakan bahwa dewan kota menyarankan untuk meninggalkan Linux itu tidak benar.

Beliau menyatakan walikota baru yang diangkat belum lama ini, Dieter Reiter, memberi mandat untuk membuat  laporan mengenai  sistem teknologi informasi yang diterapkan di kotanya.

"Walikota yang baru telah meminta pihak administrasi untuk mengumpulkan fakta-fakta sehingga kami bisa membuat keputusan dan membuat proposal kepada dewan kota tentang langkah yang perlu diambil selanjutnya di masa mendatang", kata beliau.

"Tidak hanya masalah Limux, tapi juga masalah IT secara keseluruhan. Menyangkut pengelolaannya, biaya, performa dan kemanfaatannya serta kepuasan pengguna."

Penelitian yang dilakukan staff IT pemerintah kota yang bersangkutan tersebut akan mempertimbangkan sistem operasi dan paket perangkat lunak apa, baik yang bersifat bebas & terbuka ataupun yang berbayar, yang bisa memenuhi kriteria. Penelitian ini tidak seperti yang pernah dikabarkan sebelumnya, yang hanya berfokus pada masalah apakah perlu meninggalkan Limux dan kembali lagi ke Windows, kata beliau.

Belum ada keputusan mengenai nasib penggunaan Limux dan perangkat lunak bebas di pemerintah kota selanjutnya. Keputusan akan diambil setelah peninjauan ulang selesai dilakukan.

"Belum ada keputusan karena, pertama, kami harus membaca hasil laporannya dulu baru bisa mengambil keputusan," katanya. Beliau juga menambahkan bahwa peninjauan ulang ini tidak dipicu oleh adanya ketidakpuasan dengan Limux tapi untuk meninjau kembali langkah yang perlu diambil selanjutnya setelah migrasi ke Limux selesai dilakukan.

Keluhan dari staff pegawai pemkot mengenai Limux tarafnya masih wajar, kata Hauf, keluhan utamanaya berhubungan dengan masalah kompatibilitas dokumen dengan format .odt yang dipakai di OpenOffice dengan software yang dipakai oleh pihak di luar pemkot. Pemkot Munich berharap bisa meringankan masalah ini dengan menganjurkan pengguna Open Office memperbaharui software-nya dengan memakai LibreOffice terbaru yang lebih kompatibel dengan Microsoft Office.

Belum ada kepastian tanggal berapa tinjauan ulang ini akan selesai yang menurut Hauff masih dalam tahap permulaan. Jika hasilnya nanti tidak jelas, mungkin akan dilakukan tinjauan ulang kedua oleh para ahli dari luar pemkot.

Dilakukannya migrasi ke Limux waktu itu juga disebabkan oleh tinjauan ulang serupa yang dilakukan pada awal tahun 2000-an, yang mempertimbangkan perlunya pergantian sistem operasi dari Windows NT ke XP dan dari versi Ms.Office yang lebih baru ke GNU/Linux, OpenOffice, dan software bebas lainnya.

Pada dasarnya, software bebas dipandang sebagai pilihan yang lebih baik oleh pemerintah Munich karena akan membebaskan pemerintah dari ketergantungan terhadap penyedia software berbayar sekaligus bisa menerapkan aturan, membuat antar-muka, dan memakai format data yang lebih terbuka.

Perlunya memiliki kebebasan yang lebih luas inilah yang dijadikan semangat penggerak proyek migrasi tersebut, kata Peter Hofmann, orang yang mengepalai proyek Limux, kepada TechRepublic tahun lalu.

"Migrasi bukanlah tujuan utama di kota Munich ini. Tujuan utama kami adalah kemerdekaan," katanya.

.......


Sumber artikel : http://www.techrepublic.com/article/no-munich-isnt-about-to-ditch-free-software-and-move-back-to-windows/
Ditulis oleh Nick Health, 19 Agustus 2014
Diterjemahkan oleh Yobi Sardiyanto

No comments:

Post a Comment

Virtual Keyboard Aksara Jawa dengan PyGObject (Python3 + GTK3)

Aksara Jawa merupakan aksara Nusantara yang umum dipakai di pulau Jawa pada abad 15 hingga awal abad 20. Aksara Jawa sebenarnya dit...